“Sial
! Kok bisa-bisanya sih telat gini ?!”, kesalku sambil berlari menuju sekolah
yang tak jauh dari kos ku. Aku Lisa, gadis biasa dari kelas 11 IPA 5 SMA
Cemara Bandung. Nggak biasanya aku telat datang ke sekolah. Walau hanya
berjalan kaki tapi aku nggak pernah sekalipun telat datang. Hmmmm… ini pasti
gara-gara tadi malam. Susu itu pasti penyebabnya. “Emang itu susu apaan sih ?
Obat tidur kali ya ?”, aku masih saja kesal dengannya.
Untung saja gerbang sekolah belum
terkunci, kalau terkunci bisa gawat. Predikat siswi yang nggak pernah telat
yang ku sandang bisa-bisa melayang begitu saja. Secepat kilat ku langkahkan
kaki yang tak seindah dan sejejenjang kaki model Victoria secret ini. Aku
telat, Geng ! Seperti dikejar harimau aku berlari menuju kelasku. 11 IPA 5.
Semua orang melihat ku dengan tatapan yang menurutku aneh. Ya iyalah, siapa
yang nggak kaget mengetahui bahwa aku telat masuk ke kelas. “Semoga Miss Emma
belum masuk kelas”, harap ku.
Tok ! Tok ! Tok ! Tok ! Dengan nafas
yang masih terengah-engah aku memberanikan diri mengetuk pintu kelas yang
ternyata mereka sudah mulai berdo’a agar pelajaran berjalan lancar. “Mampus aku
!”, gumamku dalam hati. Seketika semua mata tertuju pada ku yang memaku malu di
depan pintu. “Lisa ?!”, sahut mereka tampak kaget. Miss Emma mempersilahkanku
masuk dan mengikuti pelajaran. “Lisa !”, panggil Miss Emma tegas. Aku terkejut.
Terbayangku akan predikat yang susah payah ku dapatkan akan sirna. Aku mencoba
memberi respon, ya pasti dengan air muka yang penuh malu. “Kamu kok beda ya
hari ini ? Semalam ke salon mana ? Bagi-bagi atuh infonya?”, tanya Miss Emma
sumringah. “Ha?”, kagetku. Padahal tadi malam aku nggak ngapa-ngapain deh,
pakai bedak aja tadi nggak sempet malah dibilang pergi ke salon. Suasana kelas
menjadi heboh karena ucapan Miss Emma.
“Lis…”, sapa Tita teman sebangku ku.
“Liat deh”, ujarnya sambil menyodorkan cermin kecil berbingkai dengan warna serenity miliknya. Keherananku bertambah
karena tingkah cewek di sebelahku ini. “Waaaaa!!!”, teriakku yang tak percaya
dengan yang ku lihat dicermin milik Tita. “Ini aku ?”, gumamku sambil memegang
wajah yang terlihat berbeda ini. Padahal tadi aku nggak pakai bedak apalagi make up, kok bisa jadi gini ? “Mungkin
cerminnya yang salah nih”, pikirku. Semua penghuni kelas yang menonton reaksi
ku sama herannya dengan ku. “Sudah-sudah, nanti itu dibahas. Kita lanjutkan
pelajaran dulu”, ujar Miss Emma mencoba menenangkan suasana yang sudah seperti
pasar ikan.
“Dingdongdeng… dingdongdeng…”,
telepon genggam milik Miss Emma berdering
memecah keheningan kelas yang tadinya riuh. Dengan sigap ia menjawab
telpon. Tak berapa lama setelah ia menutup telponnya, ia menyudahi pertemuan
kali ini dengan kami dengan mengucap salam. Bukan. Anaknya tidak minta jemput
sekolah, kok. Melainkan urusan akreditasi yang membuat satu sekolah jadi sibuk
yang menjadi dalangnya. Guru-guru jadi sering menutup kelas lebih cepat
dibandingkan biasanya. Namanya juga murid, kami sangat senang jika saat seperti
itu datang. Apalagi kalau itu berakibat nggak jadi ulangan. Senangnya jadi double.
“Eh jelek”, sahut seseorang dari
belakang. Suara yang ku kenal. Siapa lagi kalau bukan Sarah. Hanya dia yang
memanggilku dengan sebutan seperti itu. “Sejak kapan lu pinter pakai make up?”, ujarnya ketus. Ingin sekali
rasanya aku merobek mulutnya yang tipis itu. Ia selalu menindas anak-anak biasa
sepertiku di sekolah. Dengan percaya diri aku menjawab pertanyaan yang
sebenarnya tak penting itu. “Kenapa ? Takut kalah saing ?”, jawabku. Tampak air
muka Sarah berubah. Raut wajah yang tadinya terlihat meremehkan ku berubah.
Bibirnya melengkung ke bawah, matanya melotot, dan dahinya berkerut. Terlihat
sekali dia terkejut mendengar ucapanku yang tak biasa itu. Ya. Dulu aku cuma
bisa diam dan mengabaikan semua ocehan cewek cantik tanpa attitude itu. Langsung saja ia berlalu dari hadapanku menuju kantin
sekolah.
“Apa salahnya aku membela diri. Toh
sekarang aku nggak kalah cantiknya dari dia kan ?”, ujarku dalam hati. Kejadian
tadi mencuri perhatian teman-temanku yang lain. Banyak diantara mereka berbisik
satu sama lain. Ah, lupakan saja yang begitu. Gak penting juga. “Lis…”, Tita
menyolek dan menyadarkan ku dari
lamunan. “Ta, gue kasar banget nggak sih tadi ?”, tanyaku pada Tita yang
melihatku dengan tatapan yang mengatakan bahwa dia takut padaku. “Udah ah,
jangan dibahas yang tadi. Cewek kayak gitu emang bagusnya digituin sekali-kali.”,
ungkapnya mengalihkan pembicaraan dan langsung menarik ku untuk menemaninya ke
toilet sekolah.
Selama aku menunggu Tita yang sibuk
dengan urusannya di bilik toilet, aku masih berpikir tentang apa yang terjadi
padaku hari ini. Sepertinya ada hubungannya dengan susu coklat yang kuminum
semalam. Sejujurnya, tadi malam selang beberapa jam setelah meminum susu itu
perutku bergejolak. Sakit sekali. Mules-mules nggak jelas. Tapi setelahnya aku
merasa mengantuk yang amat sangat. Tak heran kalau aku telat pagi ini. Coba aku
minum lagi deh nanti malam, apa bener reaksinya sama dengan yang terjadi
semalam. Tapi kalau aku minum lagi, apa bakal ngerubah penampilan lagi ? Duuh,
gimana dong ?
“Oi, mikirin apaan neng ?”, ujar
Tita sambil menepuk bahuku. “Serius amat.”, tambahnya. Saking seriusnya aku
berpikir sampai-sampai Tita yang ternyata dari tadi menungguku pun tak
terlihat. “Eh bentar-bentar gua cuci tangan dulu”, pintaku pada Tita. Tak hanya
membasuh telapak tangan ku yang berubah jadi lebih cerah, aku juga membasuh
wajahku yang juga menjadi lebih cerah dari sebelumnya. “Unbelievable banget ya Allah, kok bisa jadi gini ya ?”, tanyaku
sembari memandang wajahku dicermin. “Eh udah belum ?”, sahut Tita dari luar
toilet. Aku yang tersadar langsung meninggalkan cermin toilet dan menghampiri
Tita yang tampak keheranan.
Swuuuuut…
Sebuah bola basket melayang di atas
kepalaku danTita. Hampir saja kepala kami terlepas dari tempatnya. Jantung juga
seperti mau copot. “Siapa sih yang main ? Nggak becus banget”, rutukku dalam
hati. Suddenly, seorang pria
berperawakan bak model berlari kearah ku dan Tita. Ya Ampuuuun. Bisa ditebak
dong siapa orangnya. Kak Ken. Lututku langsung lemas mengetahuinya. Oke, aku
harus act normally, jangan sampai
Tita atau kalau aku naksir kak Ken. “Maaf ya… maaf. Kalian nggak apa-apa kan ?”,
ucapnya seakan khawatir kepada kami. “Iya nggak apa-apa kok, Kak.”, balas Tita.
“Hek. Seharusnya kan aku yang jawab bukan elu Ta”, kesalku dalam hati. “Okedeh sorry ya.”, ujar pria yang hanya terpaut
satu tahun dengan ku itu sambil berlalu mengambil si bola yang terkapar di
dekat pagar sekolah.
“Lis, kita udah boleh pulang hari
ini. Soalnya guru pada rapat akreditasi semua.”, kata Tita. Yes ! Emang asik kalau pulang sekolah
cepet. Nggak ada yang lebih baik selain nggak jadi ulangan dan pulang sekolah
cepet. “Siplah, aku pulang duluan ya, Lis.”, pamit Tita padaku yang langsung
menuju parkiran motor tak jauh dari kelasku.
Hmmm, padahal sudah pulang, tapi aku malas langsung pulang ke kos. Disana nggak
ada orang, belum pada pulang, sepi. Ku putuskan untuk pergi ke café dekat
sekolahku. Disana memang tempat nongkrong anak-anak SMA Cemara kalau pulang
sekolah. Menyusuri jalan menuju tempat tujuan. Tiba-tiba……
To be continued...
Ep 1 : Let Me Be You Ep 1
0 komentar:
Posting Komentar