Get me outta here!

Sabtu, 12 November 2016

Let Me Be You Ep 2

           “Sial ! Kok bisa-bisanya sih telat gini ?!”, kesalku sambil berlari menuju sekolah yang tak jauh dari kos ku. Aku Lisa, gadis biasa dari kelas 11 IPA 5 SMA Cemara Bandung. Nggak biasanya aku telat datang ke sekolah. Walau hanya berjalan kaki tapi aku nggak pernah sekalipun telat datang. Hmmmm… ini pasti gara-gara tadi malam. Susu itu pasti penyebabnya. “Emang itu susu apaan sih ? Obat tidur kali ya ?”, aku masih saja kesal dengannya.
            Untung saja gerbang sekolah belum terkunci, kalau terkunci bisa gawat. Predikat siswi yang nggak pernah telat yang ku sandang bisa-bisa melayang begitu saja. Secepat kilat ku langkahkan kaki yang tak seindah dan sejejenjang kaki model Victoria secret ini. Aku telat, Geng ! Seperti dikejar harimau aku berlari menuju kelasku. 11 IPA 5. Semua orang melihat ku dengan tatapan yang menurutku aneh. Ya iyalah, siapa yang nggak kaget mengetahui bahwa aku telat masuk ke kelas. “Semoga Miss Emma belum masuk kelas”, harap ku.
            Tok ! Tok ! Tok ! Tok ! Dengan nafas yang masih terengah-engah aku memberanikan diri mengetuk pintu kelas yang ternyata mereka sudah mulai berdo’a agar pelajaran berjalan lancar. “Mampus aku !”, gumamku dalam hati. Seketika semua mata tertuju pada ku yang memaku malu di depan pintu. “Lisa ?!”, sahut mereka tampak kaget. Miss Emma mempersilahkanku masuk dan mengikuti pelajaran. “Lisa !”, panggil Miss Emma tegas. Aku terkejut. Terbayangku akan predikat yang susah payah ku dapatkan akan sirna. Aku mencoba memberi respon, ya pasti dengan air muka yang penuh malu. “Kamu kok beda ya hari ini ? Semalam ke salon mana ? Bagi-bagi atuh infonya?”, tanya Miss Emma sumringah. “Ha?”, kagetku. Padahal tadi malam aku nggak ngapa-ngapain deh, pakai bedak aja tadi nggak sempet malah dibilang pergi ke salon. Suasana kelas menjadi heboh karena ucapan Miss Emma.
            “Lis…”, sapa Tita teman sebangku ku. “Liat deh”, ujarnya sambil menyodorkan cermin kecil berbingkai dengan warna serenity miliknya. Keherananku bertambah karena tingkah cewek di sebelahku ini. “Waaaaa!!!”, teriakku yang tak percaya dengan yang ku lihat dicermin milik Tita. “Ini aku ?”, gumamku sambil memegang wajah yang terlihat berbeda ini. Padahal tadi aku nggak pakai bedak apalagi make up, kok bisa jadi gini ? “Mungkin cerminnya yang salah nih”, pikirku. Semua penghuni kelas yang menonton reaksi ku sama herannya dengan ku. “Sudah-sudah, nanti itu dibahas. Kita lanjutkan pelajaran dulu”, ujar Miss Emma mencoba menenangkan suasana yang sudah seperti pasar ikan.
            “Dingdongdeng… dingdongdeng…”, telepon genggam milik Miss Emma berdering  memecah keheningan kelas yang tadinya riuh. Dengan sigap ia menjawab telpon. Tak berapa lama setelah ia menutup telponnya, ia menyudahi pertemuan kali ini dengan kami dengan mengucap salam. Bukan. Anaknya tidak minta jemput sekolah, kok. Melainkan urusan akreditasi yang membuat satu sekolah jadi sibuk yang menjadi dalangnya. Guru-guru jadi sering menutup kelas lebih cepat dibandingkan biasanya. Namanya juga murid, kami sangat senang jika saat seperti itu datang. Apalagi kalau itu berakibat nggak jadi ulangan. Senangnya jadi double.
            “Eh jelek”, sahut seseorang dari belakang. Suara yang ku kenal. Siapa lagi kalau bukan Sarah. Hanya dia yang memanggilku dengan sebutan seperti itu. “Sejak kapan lu pinter pakai make up?”, ujarnya ketus. Ingin sekali rasanya aku merobek mulutnya yang tipis itu. Ia selalu menindas anak-anak biasa sepertiku di sekolah. Dengan percaya diri aku menjawab pertanyaan yang sebenarnya tak penting itu. “Kenapa ? Takut kalah saing ?”, jawabku. Tampak air muka Sarah berubah. Raut wajah yang tadinya terlihat meremehkan ku berubah. Bibirnya melengkung ke bawah, matanya melotot, dan dahinya berkerut. Terlihat sekali dia terkejut mendengar ucapanku yang tak biasa itu. Ya. Dulu aku cuma bisa diam dan mengabaikan semua ocehan cewek cantik tanpa attitude itu. Langsung saja ia berlalu dari hadapanku menuju kantin sekolah.
            “Apa salahnya aku membela diri. Toh sekarang aku nggak kalah cantiknya dari dia kan ?”, ujarku dalam hati. Kejadian tadi mencuri perhatian teman-temanku yang lain. Banyak diantara mereka berbisik satu sama lain. Ah, lupakan saja yang begitu. Gak penting juga. “Lis…”, Tita menyolek  dan menyadarkan ku dari lamunan. “Ta, gue kasar banget nggak sih tadi ?”, tanyaku pada Tita yang melihatku dengan tatapan yang mengatakan bahwa dia takut padaku. “Udah ah, jangan dibahas yang tadi. Cewek kayak gitu emang bagusnya digituin sekali-kali.”, ungkapnya mengalihkan pembicaraan dan langsung menarik ku untuk menemaninya ke toilet sekolah.
            Selama aku menunggu Tita yang sibuk dengan urusannya di bilik toilet, aku masih berpikir tentang apa yang terjadi padaku hari ini. Sepertinya ada hubungannya dengan susu coklat yang kuminum semalam. Sejujurnya, tadi malam selang beberapa jam setelah meminum susu itu perutku bergejolak. Sakit sekali. Mules-mules nggak jelas. Tapi setelahnya aku merasa mengantuk yang amat sangat. Tak heran kalau aku telat pagi ini. Coba aku minum lagi deh nanti malam, apa bener reaksinya sama dengan yang terjadi semalam. Tapi kalau aku minum lagi, apa bakal ngerubah penampilan lagi ? Duuh, gimana dong ?
            “Oi, mikirin apaan neng ?”, ujar Tita sambil menepuk bahuku. “Serius amat.”, tambahnya. Saking seriusnya aku berpikir sampai-sampai Tita yang ternyata dari tadi menungguku pun tak terlihat. “Eh bentar-bentar gua cuci tangan dulu”, pintaku pada Tita. Tak hanya membasuh telapak tangan ku yang berubah jadi lebih cerah, aku juga membasuh wajahku yang juga menjadi lebih cerah dari sebelumnya. “Unbelievable­ banget ya Allah, kok bisa jadi gini ya ?”, tanyaku sembari memandang wajahku dicermin. “Eh udah belum ?”, sahut Tita dari luar toilet. Aku yang tersadar langsung meninggalkan cermin toilet dan menghampiri Tita yang tampak keheranan.
            Swuuuuut…  
            Sebuah bola basket melayang di atas kepalaku danTita. Hampir saja kepala kami terlepas dari tempatnya. Jantung juga seperti mau copot. “Siapa sih yang main ? Nggak becus banget”, rutukku dalam hati. Suddenly, seorang pria berperawakan bak model berlari kearah ku dan Tita. Ya Ampuuuun. Bisa ditebak dong siapa orangnya. Kak Ken. Lututku langsung lemas mengetahuinya. Oke, aku harus act normally, jangan sampai Tita atau kalau aku naksir kak Ken. “Maaf ya… maaf. Kalian nggak apa-apa kan ?”, ucapnya seakan khawatir kepada kami. “Iya nggak apa-apa kok, Kak.”, balas Tita. “Hek. Seharusnya kan aku yang jawab bukan elu Ta”, kesalku dalam hati. “Okedeh sorry ya.”, ujar pria yang hanya terpaut satu tahun dengan ku itu sambil berlalu mengambil si bola yang terkapar di dekat pagar sekolah.
         “Lis, kita udah boleh pulang hari ini. Soalnya guru pada rapat akreditasi semua.”, kata Tita. Yes ! Emang asik kalau pulang sekolah cepet. Nggak ada yang lebih baik selain nggak jadi ulangan dan pulang sekolah cepet. “Siplah, aku pulang duluan ya, Lis.”, pamit Tita padaku yang langsung menuju parkiran motor  tak jauh dari kelasku. Hmmm, padahal sudah pulang, tapi aku malas langsung pulang ke kos. Disana nggak ada orang, belum pada pulang, sepi. Ku putuskan untuk pergi ke café dekat sekolahku. Disana memang tempat nongkrong anak-anak SMA Cemara kalau pulang sekolah. Menyusuri jalan menuju tempat tujuan. Tiba-tiba……


To be continued...

0 komentar:

Posting Komentar